Vol. 1 No. 2 (2018): Journal SOSIOLOGI Edisi 02, Desember 2018

					View Vol. 1 No. 2 (2018): Journal SOSIOLOGI Edisi 02, Desember 2018

Indonesia sebagai Negara kepulauan dengan potensi kelautan, termasuk hamparan hutan yang kaya dengan keanekaragaman hayat, merupakan sumber kekayaam alam (natural resources). Dengan potensi kekayaan sumberdaya alam tersebut, seharusnya mampu memberikan kemakmuran kepada masyarakat Indonesia, bukannya dengan slogan-slogan yang pada era kekinian dapat digambarkan sebagai ketidakmampuan mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam secara berkesinambungan dan berkeadilan. Sangat ironis kalau kita mau belajar “hitung-hitungan” dan “buka-bukaan” serta tanggung jawab kita terhadap lingkungan,ternyata kita hanya berperan sebagai penjual, bukan sebagai pemanfaat hasil, karena keuntungan hanya dinikmati oleh sekelompok masyarakat yang jumlahnya sedikit dibandingkan dengan masyarakat pada lapisan bawah. Kita berharap kepemimpinan ke depan mampu menjangkau kelompok-kelompok etnis yang jauh dari pusat pasar dan kekuasaan, sehingga dapat mengurangi ketimpangan sosial yang berpotensi menimbulkan konflik dan ancaman terhadap integrasi dan keutuhan bangsa Indonesia.

Kelompok-kelompok etnis di Kalimantan Tengah terdiri atas etnik Dayak 43,26 %, etnis Banjar 15,06%, jawa 29,77 % dan etnis melayu (4,90%), Madura (1,58%), Sunda (1,25%), Batak (1,20%) lainnya (2,97 %); sedangkan dari kelompok agama, jumlah penduduk beragama Islam sebanyak 1.944.177 jiwa, Katholik sebanyak 86.238 jiwa, Protestan sebanyak 420.624 jiwa, Budha sebesar 9.388 jiwa, Hindu sebanyak 218.890 jiwa, Konghucu sebanyak 572 jiwa dan lainnya sebanyak 791 jiwa. (BPS kalteng, 2015) Keberadaan kelompok etnis dan komposisi keagamaan di atas masih berpotensi sebagai ancaman konflik sosial, ketika ketimpangan sosial dan kesejahteraan masyarakat belum menemukan dinamika perkembangan (curva) ekonomi yasng menunjukan kesejahteraan yang berkeadilasn. Sebaliknya jika dinamika curva tersebut telah memilki kecenderungan pada pergerakan kesejahteraan yang berkeadilan, maka ancaman konflik akan bertransformasi ke arah penguatan integrasi social. Penguatan identitas Dayak sebagai respon terhadap terhadap dinamika pembangunan merupakan refleksi dari pengalaman sejarah yang memposisikan mereka sebagai kelompok yang terpinggirkan telah mengalami transformasi dalam wujud perlawanan dengan menggunakan atribut-atribut dan teks-teks budaya Dayak yang dipahami sebagai manyalamat petak danum (counter hegemony) terhadap kebijakan Negara khususnya pemerintah daerah.

Pada Institusi keluarga yang dibangun berdasarkan hubungan cinta kasih , tidak mengenal adanya batas wilayah kekuasaan dalam konteks gender, karena realita interaksi dalam keluarga selalu dihadapkan pada masalah wajar dan ketidakwajaran; adil dan ketidakadilan; apalagi sampai pada pembicaraan siapa yang lebih besar pengorbanannya dan tanggung jawabnya. Jawabanya hanya ada pada sifat fleksibitas atau kelenturan dan pencairan situasi sehingga ditemukan model transformasi yang dapat memuaskan keduabelah pihak. Sebaliknya pada perempuan millneal, dituntut untuk mengandalkan pada unsur-unsur kreatif, inovatif dan transformatif dalam menghadap tantangan dan dinamika pembangunan, maka pilihan berkarir memiliki relevansi yang sangat kuat dan tepat. Sementara pernikahan merupakan sesuatu yang sudah tersedia, hanya ruang dan waktunya yang terbaik, yang belum kita ketahui; artinya karir dan pernikahan dapat memiliki hubungan yang signifikan.

Palangka Raya, 12 Desember 2018

Dewan Redaksi

Published: 2018-11-01