” Analisis Dampak Kebijakan Pemekaran Wilayah Kelurahan Tumbang Rungan Ditinjau Dari Aspek Sosial dan Ekonomi”
DOI:
https://doi.org/10.37304/jispar.v1i1.337Abstract
Dengan semakin berkembangnya kehidupan demokratisasi di sebuah negara akan mendorong pada semakin suburnya semangat desentralisasi, termasuk di Indonesia. Sejak era reformasi digulirkan pada rentang waktu tahun 1998 – 2000 tuntutan desentralisasi semakin menguat. Banyak daerah ingin “melepaskan diri” baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota ingin berdiri sendiri mendirikan pemerintah daerah lepas dari kekuasaan pemerintah daerah induk. Berbagai upaya dan pergerakan banyak dilakukan oleh masyarakat maupun elit politik lokal untuk “melepaskan diri”. Pergerakan tersebut dapat dibaca sebagai salah satu upaya reformasi dan modernisasi pemerintahan. Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia secara resmi dimulai pada tanggal 1 Januari 1999 dengan diundangkannya UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah (yang kemudian disempurnakan menjadi UU Nomor 32/2004). Melalui undang-undang tersebut, pemerintah berupaya untuk mendelegasikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota. Dari semangat desentralisasi inilah diharapkan lahir dan berkembang pemerintahan daerah yang otonom. Ada 3 hal utama yang secara eksplisit diamanatkan oleh UU Nomor 32/2004 yang menjadi tujuan dilaksanakannya Otonomi Daerah di Indonesia, yaitu : meningkatnya kesejahteraan masyarakat, meningkatnya pelayanan public, dan meningkatnya daya saing daerah.
Era reformasi telah berlangsung sepuluh tahun lebih , banyak hal positif yang memperkuat eksistensi pemerintahan dan masyarakat lokal. Penguatan tersebut tercermin antara lain dalam upaya pemerintah pusat melakukan pelimpahan berbagai urusan yang semula menjadi kewenangannya kepada pemerintah daerah. Dengan semangat inilah, optimisme akan lahirnya daerah-daerah otonom yang mampu mensejahterakan masyarakat, menyelenggarakan pelayanan public dengan baik, serta berdaya saing tinggi mulai mencuat ke permukaan. Namun demikian, proses pelaksanaan desentralisasi di Indonesia juga diwarnai dengan euphoria. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya daerah ingin melakukan pemekaran wilayah seperti pemekaran provinsi, pemekaran kabupaten/kota, pemekaran kecamatan, dan bahkan pemekaran kelurahan. Pemekaran daerah yang sejatinya ditujukan untuk makin memudahkan pencapaian tujuan desentralisasi, tidak jarang hanya menjadi ajang untuk mengakomodasi kepentingan elit politik lokal yang kalah dalam pemilihan. Salah satu akibat serius dari adanya euforia tersebut adalah terjadinya peningkatan jumlah daerah otonom baru sebagai hasil dari proses pemekaran daerah, tanpa diimbangi oleh kemampuan untuk meningkatkan kinerja daerah yang bersangkutan.
Ada beberapa sumber yang bisa dijadikan rujukan terkait masalah pemekaran, baik yang dilakukan oleh Bappenas (2005), Lembaga Administrasi Negara (2005), Kementerian Dalam Negeri (2005) dan BRIDGE (2008); menunjukkan bahwa hasil-hasil yang dicapai oleh daerah pemekaran, baik dalam bidang ekonomi, keuangan daerah, pelayanan public maupun aparatur pemerintah daerah tidaklah seperti yang diharapkan ketika pemekaran dilakukan. Ada indikasi kuat, bahwa proses pemekaran dilakukan terutama untuk mengakomodasi kepentingan elit politik lokal semata, ketimbang didedikasikan bagi usaha pencapaian tujuan desentralisasi seperti yang diamanatkan dalam undang-undang yang mengatur masalah pemekaran. Studi BRIDGE (2008) secara spesifik menyimpulkan, bahwa selama lima tahun posisi daerah induk dan daerah control selalu lebih baik dari daerah otonomi baru dalam semua aspek yang diteliti.
Kondisi tersebut diatas juga terjadi di Palangka Raya, sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Tengah yang berpenduduk tidak lebih dari 200.000 jiwa, kota ini juga begitu antusias menyambut era desentralisasi. Semangat desentralisasi diwujudkan dalam berbagai kebijakan, diantaranya ialah pemekaran wilayah kelurahan. Ada beberapa wilayah kelurahan yang dimekarkan, salah satunya Kelurahan Tumbang Rungan, Kecamatan Pahandut. Kelurahan ini sebelumnya masuk wilayah Kelurahan Pahandut Seberang, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya. Secara geografis kelurahan ini masuk dalam wilayah perkotaan akan tetapi bila dilihat dari kondisi social dan ekonominya kelurahan seakan berada diwilayah yang jauh dari kemajuan dan hiruk pikuk masyarakat perkotaan. Jarak kelurahan Tumbangan Rungan dengan pusat kota hanya sekitar 10 km. Sungguh suatu jarak yang sangat mudah untuk ditempuh. Kelurahan Tumbang Rungan terletak dipesisir sungai Kahayan dimana sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani karet, penangkap ikan, buruh tani, dan serabutan. Semenjak kelurahan Tumbang Rungan dimekarkan lepas dari kelurahan induk kondisi kelurahan ini relative tidak berkembang. Kurang lebih lima tahun kelurahan ini mencoba untuk mandiri ; memiliki kantor lurah sendiri, puskesmas sendiri, dan Lembaga Keswadayaan Masyarakat. Berbagai program pemerintah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan telah masuk dan dilaksanakan di kelurahan ini. Menurut narasumber dalam hal ini Lurah Tumbang Rungan (Purwanto;2010) ; “program-program pemerintah tersebut memang betul telah sampai ke tangan masyarakat, akan tetapi tidak ada satupun program yang bisa dianggap berhasil dalam mengentaskan kemiskinan di kelurahan Tumbang Rungan ”. Menurut narasumber yang lain dalam hal ini tokoh masyarakat setempat (Uhing;2010) berpendapat bahwa; ”kami merasa tidak ada manfatnya membentuk pemerintahan sendiri, ingin mandiri dan lebih sejahtera, kondisi kami tidak ada bedanya dengan sebelum kelurahan ini dimekarkan, kami masih tergolong miskin dan tertinggal, pembangunan fisik diwilayah kami masih sangat kurang”.
Kelurahan Tumbang Rungan ialah satu contoh kecil dari sekian ratus wilayah kelurahan/desa pemekaran di Indonesia yang belum dapat merasakan dampak positif dari kebijakan pemekaran wilayah. Dalam kurun waktu kurang lebih lima tahun kelurahan Tumbang Rungan belum bisa mewujudkan impian daripada semangat desentralisasi yakni meningkatnya kesejahteraan masyarakat, meningkatnya pelayanan public, dan meningkatnya daya saing daerah. Hal ini bisa menjadi permasalahan yang sangat penting untuk segera dipecahkan mengingat bahwa untuk membentuk sebuah daerah pemekaran tentulah tidak mudah. Banyak prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah agar sebuah bisa dimekarkan. Selain itu dalam proses pemekaran dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, yang biaya tersebut juga menjadi beban dari pemerintah daerah dalam hal ini Kota Palangka Raya.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Masalah keterbatasan kemudian terjadi pada sarana pelayanan kesehatan yang ada di Kelurahan Tumbang Rungan. Hal ini dikarenakan hanya ada satu Puskesmas Pembantu saja di Tumbang Rungan yang secara kelayakan masih kurang, baik itu dalam segi fasilitas kesehatan yang masih minim, dana kesehatan yang terbatas dan tenaga medis yang masih kurang jumlahnya (baik itu jumlah perawat dan bidan). Hal ini menjadi masalah, karena mengingat ketika kita berbicara masalah pemekaran kelurahan, maka kita juga harus berbicara tentang bagaimana mendekatkan dan mengoptimalisasi pelayanan terhadap masyarakat di berbagai bidang, dan bidang kesehatan adalah salah satu hal yang paling krusial yang menyangkut salah satu pelayanan penting bagi masyarakat di Tumbang Rungan dalam rangka menaikan taraf kehidupan masyarakatnya. Selain itu, masalah lain adalah anak-anak mengalami rentan untuk mengalami keadaan kurang gizi terutama untuk balita akibat orang tua (ibu) tidak punya uang untuk membeli makanan yang sehat dan bergizi.
Serta, yang tak ketinggalan adalah pencemaran Sungai Rungan akibat zat merkuri dengan konsentrasi yang boleh dibilang cukup tinggi sekitar 2966-4.687 mikro gram/liter oleh penambang emas liar mengakibatkan warga yang kesulitan mendapatkan air bersih yang sehat. Apalagi, warga Tumbang Rungan sehari-hari menkonsumsi dan menggunakan air sungai yang tercemar seperti untuk MCK, memasak dan lain-lain, sehingga rawan akan gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh zat merkuri dalam jangka panjang seperti kanker kulit, kerusakan ginjal, hati hingga otak. Hal ini dikarenakan, masyarakat masih jarang menggunakan sumur bor karena tidak adanya dana untuk pembuatannya dan tidak adanya akses air bersih dan sehat seperti fasilitas PDAM. Tidak hanya itu, mengingat kelurahan Tumbang Rungan adalah daerah yang rawan banjir ketika musim hujan ekstrim terjadi, maka penyakit yang disebabkan akibat banjir seperti demam berdarah, malaria selalu mengincar warganya. Seharusnya, dalam hal ini Pemerintah harus meningkatkan perhatiannya terhadap bidang kesehatan yang ada di daerah pinggiran.
Untuk masalah keamanan, Kelurahan Tumban Rungan cukup dikatakan sebagai daerah yang tergolong aman dan sangat jarang terjadi peristiwa criminal, konflik sosial dan sejenisnya.
Jumlah Penduduk yang ada di Kelurahan Tumbang Rungan ialah 602 jiwa. Sedangkan , jumlah penduduk berdasarkan KK ialah 156 KK, dengan penduduk miskin berdasarkan jiwa 413 jiwa dan penduduk miskin berdasarkan KK ialah 112 KK.
Jika dilihat dari tabel diatas, maka dapat disimpulkan rata-rata tingkat pendidikan warga yang ada di kelurahan Tumbang Rungan masih rendah berkisar antara lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan bahkan tidak tamat sekolah/putus sekolah sama sekali. Hal ini mungkin karena fasilitas pendidikannya masih terbatas disebabkan seperti SDN 1 Tumbang Rungan dan SMPN 8 Palangkaraya dalam penggunaan gedungnya bergantian atau istilahnya “Sekolah Satu Atap”. Namun faktor kemiskinan lebih terlihat dominan disini. Bagi anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu lebih memilih bekerja membantu orang tua, merantau keluar desa untuk menjadi buruh bangunan/pekerja tidak tetap di Kota Palangkaraya atau bagi yang perempuan menikah di usia yang masih muda.
Tenaga kerja yang ada di wilayah Kelurahan Tumbang Rungan ini, rata-rata terbanyaknya adalah yang masih berusia produktif. Namun, karena hampir sebagian tingkat pendidikan masyarakat masih rendah, tidak memungkinkan mereka untuk mencari pekerjaan yang memenuhi kualifikasi cukup tinggi saat ini.
Masalah yang paling tinggi frekuensinya adalah rendahnya tingkat pendapatan yang kemudian menyebabkan kerentanan kemiskinan. Hal ini dikarenakan karena warganya mayoritas memiliki profesi yang tidak tetap atau serabutan dengan hasil pendapatan yang tidak menentu juga. Hal ini tentu berdampak secara sosial dimana merembet ke masalah- masalah lain seperti pendidikan yang rendah karena tidak sanggupnya membiayai pendidikan yang kian mahal sementara pendapatan mereka tidak mengalami peningkatan hal ini kemudian berimbas lagi kepada kualitas SDM yang rendah, tingkat kesehatan yang kurang yang mempengaruhi kualitas hidupnya dan lain-lain, sehingga membentuk sebuah lingkaran setan.
Pola pemukiman warga di Kelurahan Tumbang Rungan umumnya mengelompok di tengah wilayah kelurahan. Dan umumnya didirikan di tepi-tepi jalan dibuat sejajar atau ada pula yang mengikuti pola aliran sungai. Rumah warga Tumbang Rungan pada umumnya terbuat dari kayu atau papan, dengan ada yang menggunakan atap yang terbuat dari genteng, seng dan daun kelapa atau rumbia.
Potensi rekreasi di Kelurahan Tumbang Rungan sebenarnya cukup banyak jika jeli dalam hal melihat peluang dan dikelola dengan optimal baik itu jika dengan bantuan masyarakat setempat dengan bekerja sama dengan Pemerintah. Beberapa potensi wisata yang dapat dikembangkan, misalnya kegiatan wisata alam.
Mengenai karakteristik penduduk yang ada di Kelurahan Tumbang Rungan adalah bersifat heterogen dimana komposisi penduduknya berasal dari beragam suku bangsa dan agama., baik itu yang tergolong sebagai penduduk lokal asli (Dayak dan Banjar) maupun penduduk pendatang seperti Jawa, Madura dan Sunda.
Masalah kependudukan yang ada di kelurahan Tumbang Rungan lain adalah penyebaran penduduk yang masih tidak merata dan kualitas penduduk masih rendah tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, hal ini lebih dikarenakan banyak yang melakukan pernikahan di usia muda. Biasanya hal ini dikarenakan selain faktor ekonomi, juga dikarenakan minimnya kesadaran untuk mengikuti Program Keluarga Berencana untuk membentuk keluarga kecil, sederhana yang berkualitas.
Selain itu minimnya kuantitas dan kualitas sarana, prasarana dan SDM yang mengakibatkan rendahnya kuantitas dan kualitas pelayanan peristiwa kependudukan di Kelurahan Tumbang Rungan.
Pemerintahan di kelurahan Tumbang Rungan umumnya berjalan dengan baik, peran lurah disini cukup dominan dalam hal menjalankan pemerintahan di wilayah ini. Hal ini dikarenakan posisi lurah di kelurahan Tumbang Rungan cukup disegani oleh masyarakat yang ada di wilayah ini.
Dalam hal nilai politik di wilayah ini, pada dasarnya masyarakat Tumbang Rungan boleh dikatakan cukup memiliki atensi atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Palangka Raya, walaupun tak dapat di pungkiri masih ada sikap yang cenderung apatis dan terbiasa menunggu. Tapi, hal ini bukanlah masalah yang cukup berarti jika pemerintah lebih menstimulasi untuk mendorong kepedulian masyarakat setempat.
Warga Kelurahan Tumbang Rungan cenderung memiliki kohesivitas yang tinggi mau berbaur dan ramah sekalipun dengan warga pendatang. Warga Kelurahan Tumbang Rungan yang memilki komposisi yang beragam baik itu suku bangsa dan agama mampu menciptakan harmonisasi dan toleransi antar sesama. Namun, warga Kelurahan Tumbang Rungan sangat rentan mengalami tekanan eksternal akibat kemiskinan.
Mobilitas sosial yang ada di Kelurahan Tumbang Rungan ialah cenderung mengalami mobilitas sosial horizontal dan vertical ke bawah. Penyebab mobilitas sosial horizontal, contohnya adalah seperti penduduk pendatang dari Pulau Jawa mengganti statusnya sebagai bagian dari penduduk di Kelurahan Tumbang Rungan. Sementara penyebab mobilitas vertical ke bawah, misalnya petani karet yang memiliki lahan kebun karet namun ketika faktor cuaca tidak mendukung untuk menjalankan usaha karetnya mereka kemudian beralih profesi misalnya menjadi petani keramba sebagai sambilan agar tidak menganggur dan untuk menambah pendapatan. Namun, ketika usaha karet sudah bisa dijalankan kembali maka mereka kembali menjadi petani karet. Dapat dikatakan alih profesi sementara ini sebagai “proses belajar” petani karet merambah menjadi petani keramba sebagai mobilitas vertical.
Dampak mobilitas sosial yang lain adalah dengan adanya heterogenitas (multietnik) yang ada di Kelurahan Tumbang Rungan adalah adanya kohesivitas (semangat kebersamaan) yang tinggi dapat menjadi sebuah potensi tapi sekaligus dapat pula menjadi sumber konflik sosial bahkan fisik terutama antara penduduk asli dan penduduk pendatang yang datang dari luar, namun hal ini dapat diantisipasi.
Kelurahan Tumbang Ringan sangat rentan akan faktor alam (iklim) terutama di kala musim hujan yang mengakibatkan banjir sehingga menghambat laju perekonomian. Kemurahan alam di Kelurahan Tumbang Rungan mengakibatkan daerah ini memiliki potensi perikanan (usaha keramba), pertanian dan perkebunan karet yang cukup baik. Namun, hal ini masih belum bisa dioptimalkan dalam pengelolaannya, misalnya dalam hal pengelolaan lahan tidur yang luas. Jalan-jalan disana cukup licin dan terjal kala hujan dan berdebu dikala musim kemarau. Namun, geliat perhatian Pemerintah Kota Palangkaraya yang sebelumnya terhambat akibat terbatasnya anggaran mulai terlihat dengan adanya program pembuatan dan pelebaran jalan aspal permanen di Kelurahan Tumbang Rungan serta pembangunan konstruksi jembatan yang sebelumnya amblas dan system sanitasi dan drainase di tahun 2011 yang kondisi sebelumnya cukup memprihatinkan.
Menurut, Walikota H. Riban Satia hal ini selain mempercepat pembangunan, membuka keterisolasian juga untuk menangani masalah banjir yang terjadi pada musim hujan. Dapat disimpulkan jika warga masyarakat masyarakat memiilki harapan akan mengecap manisnya pembangunan. Sekalipun daerah mereka termasuk daerah pinggiran, mereka juga tak mau nasibnya juga ikut terpinggirkan.
Pengembangan sains dan teknologi yang ada di Kelurahan Tumbang Rungan masih terbatas karena penguasaan dan pengetahuan sains serta teknologi yang masih kurang. Masyarakatnya hanya menguasai teknologi yang bersifat tradisional dan manual misalnya dalam pengembangan tanaman karet, perikanan dan peternakan, hal ini mungkin dipengaruhi oleh kurangnya tingkat pendidikan warga, informasi dan sosialisasi daripada Pemerintah Kota Palangkaraya untuk daerah pinggiran seperti Kelurahan Tumbang Rungan yang masih dirasa masih belum optimal. Padahal saat ini sains dan teknologi saat ini juga memiliki peran penting dalam percepatan pembangunan di suatu wilayah.
Pendapatan perkapita di wilayah kelurahan Tumbang Rungan ini adalah sekitar kurang dari Rp.10.000,-/hari. Sehingga boleh dikatakan pendapatan perkapita di wilayah ini masih rendah.
Penduduk di Kelurahan Tumbang Rungan dapat dikatakan sebagai masyarakat menengah ke bawah. Rata-rata warga di kelurahan Tumbang Rungan berprofesi sebagai petani dan buruh karet, petani keramba, nelayan tradisional yang dijadikan sebagai sandaran ekonomi keluarga.
Umumnya warga yang bermukim di bantaran Sungai Rungan hidup dari usaha menangkap ikan (nelayan tradisonal). Hanya sedikit dari mereka yang memiliki dana dan membuka usaha menjadi petani keramba. Selebihnya menjalani keseharian dengan memancing, malunta dan marengge di anak-anak Sungai Rungan.
Sedangkan, mereka yang tinggal agak jauh dari sungai membuka usaha karet. Bagi yang tak punya tanaman, lahan dan modal terpaksa menjadi buruh penyadap. Bagi petani dan buruh penyadap karet, jika cuaca ekstrim terjadi di Januari hingga Desember atau di saat musim hujan yang mengakibatkan banjir akibat luberan Sungai Rungan yang tak mampu lagi menampung tingginya curah hujan, maka warga disana tidak bisa menyadap karet serta terpaksa menganggur dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, warga kelurahan Tumbang Rungan bertahan hidup dengan cara melakukan usaha alternative lain, misalnya dengan memanfaatkan keberadaan sungai dan rawa dengan cara mencari ikan dengan peralatan nelayan tradisional seperti pancing, rengge, tampirai, lukah dan lain sebagainya. Namun, sangat disayangkan hasil usaha seperti ini tidak dapat diandalkan. Hal ini lebih dikarenakan hasil tangkapan masih belum cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, selain itu jumlah tangkapan yang makin hari kian berkurang akibat banyaknya orang yang datang dari kota Palangkaraya yang ikut melakukan penangkapan ikan namun tak pernah dilarang oleh warga setempat. Selain itu, kalaupun hasil tangkapan mereka banyak, mereka kemudian akan dipusingkan dengan begitu murahnya harga jual ikan yang tak sebanding dengan lelah atau modal dan sulitnya rantai distribusi akibat minimnya aksesibilitas masyarakat dalam rangka melakukan aktivitas sosial ekonomi masih menjadi kendala, sementara penghasilan rumah tangga mereka masih rendah.
Beberapa warga mengaku sempat melakukan usaha alternative lainya yaitu dengan membuka usaha keramba dengan modal nekad dan pinjaman uang dari keluarga, salah satunya ialah Bapak Abdul Shani. Namun, usaha itu kemudian bangkrut karena mengalami kerugian, seiring dengan naiknya harga pakan untuk ikan dan harga ikan usaha keramba mengalami penurunan lantaran berlimpahnya suplai ikan yang ada di pasaran kota Palangkaraya .
Dapat disimpulkan, bahwa faktor alam (cuaca) dan faktor kendala yang bersifat ekonomi (permintaan, penawaran, distribusi dalam aksesibilitas berupa transportasi) selama ini turut memiliki andil dalam mempengaruhi perekonomian warga di kelurahan Tumbang Rungan terutama bagi petani karet. Namun, ketika faktor cuaca mendukung, maka keadaan ekonomi mereka pun mulai membaik, paling-paling hal yang menjadi kendala adalah harga karet yang jatuh. Oleh karena itu, kaum petani karet di kelurahan Tumbang Rungan berharap agar Pemerintah memiliki mekanisme yang mengatur harga karet standar, hal ini cukup menjadi sebuah pembuktian bagi mereka bahwa Pemerintah mempunyai kepedulian terhadap petani-petani karet terutama di kelurahan Tumbang Rungan.
Di wilayah Kelurahan Tumbang Rungan ini masih tingkat pengangguran masih cukup tinggi, ada sekitar ±167 jiwa yang menjadi pengangguran di wilayah ini. Sehingga dirasa perlu adanya sebuah terobosan kebijakan dari Pemerintah Kota Palangkaraya dalam rangka mengurangi tingkat pengangguran
Tingkat kemiskinan masih cukup tinggi, dimana berdasarkan jumlah KK ada sekitar ±156 KK dan yang tercatat sebagai keluarga miskin di Kelurahan Tumbang Rungan ini menurut Kep WKP Nomor 57 tahun 2009 Tentang Penetapan Keluarga Miskin di Kota Palangkaraya tahun 2009 adalah ada sekitar 112 KK yang termasuk sebagai bagian dari Keluarga Miskin. Sedangkan, berdasarkan jumlah jiwa dari 602 jiwa, ada sekitar 413 jiwa yang termasuk sebagai kategori miskin.
Hal ini dikarenakan usaha masyarakat dirasa masih belum optimal karena banyaknya kendala. Padahal, Kelurahan Tumbang Rungan memiliki potensi di bidang perikanan. Berbagai program penanggulangan kemiskinan seperti BLT, Raskin, PNPM, PM2L, dan Askeskin diluncurkan untuk menurunkan angka kemiskinan, seharusnya hal yang paling difokuskan adalah program yang bersifat pemberdayaan masyarakat. Karena itu, dirasa perlu ada semacam rehabilitasi ekonomi untuk mendorong warga Kelurahan Tumbang Rungan dalam sector perekonomian misalnya dengan cara memberikan bantuan permodalan bagi masyarakat miskin agar usahanya dapat berkembang dan lebih kompetitif, membuka lapangan kerja baru berupa industry lanjutan pengelolaan hasil alam, pemerataan pembangunan, aksesibilitas masyarakat berupa jalan, transportasi ke kecamatan/kota untuk mendukung aktivitas sosial ekonomi masyarakat menjadi poin penting.
Kelurahan Tumbang Rungan sebagai kelurahan pemekaran yang masih relative baru, tentu ada begitu banyak hal yang harus dibenahi. Jika dikaji lebih lanjut mengenai dampak sosial yang dipahami ketika kebijakan pemekaran kelurahan Tumbang Rungan ini, ada beberapa hal penting yang disoroti. Dengan memainkan peran pemantauan dalam analisis kebijakan, tentulah kita dapat langsung melihat bahwa kebijakan pemekaran kelurahan untuk kelurahan Tumbang Rungan ini pada dasarnya tidak dapat dinyatakan secara layak untuk dijadikan sebagai kelurahan. Hal ini harus menjadi dasar pemikiran ulang bagi Pemerintah Kota Palangkaraya apabila hendak mengambil sebuah kebijakan. Agar kelak tidak diambil secara serampangan, tanpa memperhatikan aspek sosial, ekonomi, lingkungan fisik dan lain-lain. Karena jika tidak, yang terjadi bukan sebuah kemajuan seperti yang diharapkan melainkan sebaliknya. Aspek sosial memainkan peran penting dalam hal proses pengambilan kebijakan. Pemerintah Kota Palangka Raya boleh saja memiliki rancangan yang baik diatas kertas, tapi rancangan tanpa relevansi di lapangan adalah hal yang mustahil. Pekerjaan berat bagi Pemerintah Kota Palangka Raya dalam rangka untuk menyelesaikan hal ini.
Kembali mempersoalkan mengenai dampak sosial akibat pemekaran kelurahan ini berdasarkan pemantauan sebagai analisis kebijakan. Tujuan dari suatu pemekaran wilayah kelurahan ini sendiri adalah dalam rangka peningkatan efektivitas pelayanan pemerintah kepada public, agar masyarakat merasa dekat dan memiliki pemerintah. Namun jika, kebijakan ini tidak dibarengi dengan persiapan seperti penyediaan sarana dan prasarana yang baik serta tidak dibarengi dengan anggaran yang memadai. Alhasil, pemekaran wilayah kelurahan ini menjadi sia-sia. Alih-alih untuk mendapat sebuah kemajuan seperti yang ditargetkan, justru malah terjadi kelalaian. Beberapa hal yang direncanakan menjadi meleset, daerah terpinggir seperti kelurahan Tumbang Rungan ini memiliki kesamaan dengan daerah pinggiran pada umumnya. Dimana sarana prasana yang buruk baik itu kantor, jalan dan lain-lain, masyarakat miskin, taraf pendidikan yang masih rendah, semua itu jelas tergambar di wilayah ini. Perencanaan yang tidak matang hanya akan menimbulkan masalah baru. Artinya kebijakan pemekaran kelurahan ini masih dikatakan premature dan tujuan yang ditargetkan serta manfaat yang seharusnya dirasakan masyarakat masih belum diterima oleh masyarakat kelurahan Tumbang Rungan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian diatas seperti bagaimana tingkat pendidikan masyarakat disana yang masih rendah, putus sekolah karena alasan kemiskinan. Tingkat kesehatan mereka pun masih rendah, tidak adanya perhatian terhadap anak-anak dan wanita sebagai kelompok yang palin rawan kemiskinan, namun begitu tidak atensi yang berarti dari Pemerintah Kota Palangkaraya terkait dengan beberapa hal diatas. Bukan mustahil, masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran yang cukup tinggi di kelurahan Tumbang Rungan jika tidak segera diatasi hanya akan menimbulkan masalah sosial baru yang lainya, yang hanya tinggal menunggu waktu saja.
Dari sisi ekonomi berdasarkan fungsi pemantauan, dapat dilihat tidak ada pertumbuhan ekonomi yang begitu berarti atau kearah implikasi yang positif di wilayah kelurahan Tumbang Rungan ini. Persentase kemiskinan dan pengangguran masih cukup tinggi, pendapatan perkapita yang rendah. Hal ini dikarenakan, ketika kebijakan pemekaran wilayah kelurahan ini diambil tanpa mempertimbangkan kebijakan strategis apa yang akan diambil untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah pinggiran ini.
Dari hasil penelitian diatas banyak hal yang mempengaruhi mengapa pertumbuhan ekonomi di wilayah ini sangat lamban. Kebijakan pemekaran kelurahan ini tidak dibarengi dengan langkah-langkah konkrit di bidang ekonomi, misalnya pemberian modal dan pengadaan teknologi tepat guna bagi pengembangan usaha di kelurahan Tumbang Rungan. Keluhan masyarakat di kelurahan Tumbang Rungan mengenai perekonomian, taraf kehidupan dan kesejahteraan yang masih rendah yang terjadi hamper sebagian mereka menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kota Palangka Raya untuk lebih memikirkan kelurahan yang tertinggal ini. Dirasa sangat perlu untuk bagi Pemerintah Kota Palangka Raya untuk melakukan rehabilitasi ekonomi di wilayah ini, dengan mendayagunakan segenap potensi yang dimiliki kelurahan Tumbang Rungan dengan memberdayakan masyarakat setempat dan di stimulasi oleh Pemerintah Kota Palangka Raya.
Downloads
Downloads
Published
Versions
- 2021-01-16 (2)
- 2019-11-10 (1)