Vol. 5 No. 2 (2022): DINAMIKA MASYARAKAT KONTEMPORER KALIMANTAN TENGAH

Dinamika sosial menandakan adanya suatu perubahan sosial yang terbentuk dari interaksi
individu-individu dalam masyarakat. Interaksi yang terjadi baik yang bersifat sosial, ekonomi
dan budaya selalu memiliki aspek psikologis, yang berhubungan dengan nilai-nilai yang dianut
individu, sehingga membentuk hubungan yang dinamis. Bentuk dinamika sosial berupa
perubahan-perubahan nilai sosial, norma sosial, pola perilaku individu dan organisasi, struktur
sosial, kelas sosial bahkan sistem pemerintahan dalam suatu masyarakat. Dinamika sosial dapat
ditelaah melalui proses sosial yang terjadi dalam masyarakat dan kebudayaan . Edisi kali ini
mencoba untuk menangkap beberapa dinamika sosial dalam masyarakat Kalimantan Tengah baik
yang terkait dengan relasi personal (gender), kebijakan kesehatan maupun perubahan nilai-nilai
toleransi dalam masyarakat.
Artikel pertama ditulis oleh Evi Nurleni, dkk yang memaparkan tentang “Respon
Masyarakat Terhadap Penangan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Palangka Raya”.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan menggunakan teknik gender
framework analysis (GFA) untuk melihat respon. Hasil penelitian ini memperliharkan bawa
KDRT baru dianggap serius jika korban mengalami kekerasan fisik dan kejadiannya sudah
terjadi berulang kali. Kekerasan seksual dan verbal jarang dianggap sebagai bentuk kekerasan
yang diselesaikan di ranah hukum, bahkan bukan dianggap sebagai kekerasan. Berdasarkan
pemahaman di atas, perempuan berada dalam posisi subordinat, dimana terdapat relasi kekuasaan
yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan. Suami adalah pemegang kontrol terhadap
keuangan atau penghasilan dan keputusan dalam rumah tangga. Sehingga dalam kasus KDRT
itu, terdapat kemungkinan bahwa kebutuhan dasar praktis perempuan tidak terpenuhi atau terjadi
penelantaran. Perempuan menjadi pihak yang berkewajiban untuk menerima apa adanya
perlakuan atau kontrol laki-laki, karena memang secara budaya seperti itu dan isteri atau
perempuan memiliki kewajiban untuk memelihara keutuhan rumah tangganya. Perempuan
menjadi pihak yang minimal dalam penguasaan kebutuhan dasar strategisnya sendiri. Karena
tubuh perempuan bukan sesuatu yang bersifat netral, tetapi sudah mengalami “pendefenisian”
oleh masyarakat, baik secara sosial, budaya maupun agama. Bahwa perempuan secara kodrati
tunduk di bawah kekuasaan laki-laki.
Artikel kedua ditulis oleh Yuliana, dkk yang memaparkan tentang “Penerapan Nilai-Nilai
Toleransi Beragama (Studi Kasus Lembaga Dakwah Kampus Jamaah Shalahuddin).” Penelitian
ini menggunakan penelitian kuantitatif desktiptif; dengan menganalisa menggunakan kerangka
teori konstruksi sosial, Peter L Berger dan Thomas Luckman tentang paradigma konstruktivis,
dimana realitas sosial merupakan sebuah kontruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Hasil
penelitian menunjukan bahwa dalam proses implementasi nilai-nilai toleransi beragama, Lembaga
Dakwah Kampus (LDK) tidak berjalan sepenuhnya. Hal ini tergantung dari pemahaman masing-masing
anggota LDK, dan setiap anggota memiliki latar belakang yang berbeda dan memiliki lingkungan yang
berbeda sehingga tidak semua nilai yang diperoleh dari Lembaga Dakwah Kampus dapat diterapkan
sepenuhnya. Proses nilai toleransi tersebut melalui tiga tahap, yaitu eksternalisasi, objektifikasi dan
internalisasi yang berlangsung di dalamnya. Dengan penjelasan bahwa tidak semua anggota LDK
menerapkan secara sepenuhnya nilai-nilai yang mereka dapatkan tadi karena sebelum bergabung
dengan Lembaga Dakwah Kampus, mereka telah mempunyai pemaknaan dan pola penerapan
sendiri terkait nilai-nilai toleransi yang ada sebelumnya. Sedangkan didalam lingkungan
masyarakat secara umum, terjadi konstruksi sosial sepenuhnya karena aktor tadi akan
menyesuaikan dengan nilai- nilai toleransi yang ada, dan tidak menerapkan nilai-nilai toleransi
yang aktor tadi dapatkan ketika berada di Lembaga Dakwah Kampus.

Artikel ketiga ditulis oleh Charles Hutapea memaparkan tentang “Kinerja Pemerintah
Daerah Terhadap Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pos Pelayanan
Teknologi Tepat Guna Di Kabupaten Pulang Pisau (Studi Di Dinas Pemberdayaan Masyarakat
Desa Kab Pulang Pisau)”. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
deskriptif; dengan menggunakan teori pengukuran kinerja dalam teori Whittaker sebagai
kerangka analisis. Penelitian ini menggunakan indikator yakni produktivitas, efisiensi, dan
efektivitas pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Pulang Pisau. Kinerja yang
dianalisa ialah pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui program teknologi tepat guna dan
faktor penghambat dan atau pendukung kinerja tersebut. Hasil dari penelitian ini bahwa kinerja
Pemerintah Daerah Kabupaten Pulang Pisau terhadap pemberdayaan masyarakat melalui
program Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna (TTG) ini terlaksana cukup baik. Hal ini dilihat
dari menurunnya tingkat penggangguran, masyarakat yang hanya lulus SD/SMP/SMA dan
masyarakat miskin, dengan berkurangnya masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan
(pengangguran) dengan direkrutnya dalam melaksankan program posyantek dan masyarakat
yang sekarang bisa berdiri sendiri membuat usaha kecil- kecilan.
Artikel keempat ditulis oleh Yorgen Kaharap, dkk yang memaparkan tentang “Konflik
Sosial Internal Masyarakat Pada Masa Diberlakukannya Aturan Pembatasan Sosial Di Kota
Palangka Raya”. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif; dengan
memperluas rumusan teori Handoko tentang indikator konflik sosial internal untuk menganalisa
dampak penerapan pembatasan sosial di Kota Palangka Raya. Hasil penelitian ini
memperlihatkan bahwa terjadi konflik sosial internal rumah tangga akibat kebijakan pembatasan
sosial. Hal ini terlihat dari Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah tangga,karena
suami tidak dapat atau tidak bisa membantu, tidak adanya dukungan suami dan sikap suami yang
mengambil keputusan tidak secara bersama. Selanjutnya, kesediaan istri untuk menemani suami
dan sewaktu dibutuhkan suami atau sebaliknya, keterlibatan orang tua untuk menemani anak dan
sewaktu dibutuhkan anak, dan beban persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu hubungan
di dalam keluarga yang tersita ini akan membentuk konflik sosial internal keluarga. Mekanismemekanisme ini telah menyebabkan diferensiasi fungsional yang konsekuensi paradoksnya
mempengaruhi ruang privat. Konflik sosial internal rumah tanggga dalam analisis sosiologis
pandemi tidak dapat direduksi menjadi bentuk konflik sederhana. Konflik sosial internal itu
kompleks dan paradoks karena menyangkut baik struktur masyarakat modern.
Artikel kelima ditulis oleh Ferry Setiawan dkk yang memaparkan tentang “Penerapan
Nilai-Nilai Toleransi Beragama Dalam Persepektif Sosiologi Pembangunan Pada Lembaga
Dakwah Kampus (Studi Kasus di Lembaga Dakwah Jamaah Shalahuddin Universitas Palangka
Raya)”. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan menggunakan konsep
penerapan nilai-nilai toleransi beragama sebagai fenomena sosial dalam perspektif sosiologi
pembangunan. Hasil penelitian mengemukakan bahwa proses penerapan nilai-nilai toleransi
beragama Lembaga Dakwah Kampus (LDK) tidak berjalan secara sepenuhnya. Hal ini
bergantung kepada pemahaman masing-masing anggota LDK, dan setiap anggota yang memiliki
latar belakang yang berbeda serta memiliki lingkungan yang beda-beda sehingga tidak semua
nilai-nilai yang didapatkan dari LDK bisa sepenuhnya diterapkan. Dalam perspektif sosiologi
pembangunan, penerapan nilai-nilai toleransi dalam indikator produktifitas, efisiensi dan
partisipasi masyarakat sudah terlaksana.
Selamat membaca dan memperoleh manfaat untuk pengembangan telaah lebih lanjut.

Published: 2023-01-09