PEREMPUAN PELADANG MENJAGA KETAHANAN PANGAN KELUARGA DI DESA SAMBA BAKUMPAI
DOI:
https://doi.org/10.59700/jsos.v5i1.8104Keywords:
Berladang, Membakar lahan, Ketahanan panganAbstract
Berladang secara tradisional menjadi pro dan kontra setelah Kalimantan Tengah diselimuti kabut asap akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) pada tahun 2015, imbas dari peristiwa besar kerhutla tersebut muncul Peraturan Gubernur (Perda) Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pedoman Tata Lahan dan Pembukaan Pekarangan Bagi Masyarakat Kalimantan Tengah yang melarang pembukaan lahan dengan cara dibakar. Hingga saat ini, Pergub tersebut berdampak pada para peladang tradisional yang terkenal membakar lading saat musim tanam tiba. Sementara itu, mereka juga dihadapkan pada pandemi Covid-19 yang membatasi pekerjaan dan berdampak pada penghasilan. Lalu, bagaimana peladang padi tradisional memenuhi pangan keluarga saat menghadapi larangan membakar? Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Menghadapi larangan membakar lahan, mereka menerapkan strategi baru dalam membuka lahan untuk berladang yaitu antara penggarap secara bergantian (terjadwal) membakar lahan untuk ladang mereka dengan menghindari munculnya asap pembakaran lahan yang berlebihan (2) Ketahanan pangan keluarga termasuk selama masa pandemi Covid-19 dapat terjamin dengan tersedianya lumbung pangan yang disebut Kalumpu Parei.