MAKNA SEPUNDU BAGI MASYARAKAT AGAMA HINDU KAHARINGAN DALAM UPACARA TIWAH DI DESA TUMBANG MANJUL KECAMATAN SERUYAN HULU KABUPATEN SERUYAN

Penulis

  • Norhalisa Universitas Palangka Raya
  • Eddy Lion
  • Dotrimensi

DOI:

https://doi.org/10.37304/paris.v1i1.1666

Kata Kunci:

Sepundu; Agama Hindu Kaharingan; Upacara Tiwah

Abstrak

The issues discussed are the Meaning of Sapundu for Hindu Kaharingan Religion in the Tiwah Ceremony for the Community in Tumbang Manjul Village, Seruyan Hulu District, Seruyan District. Seruyan The object of this research is all the people involved in the research. The research method used is the Qualitative Inductive method. The instruments of this research include: observation sheet, interview to find out the meaning of Sapundu for Hindu Kaharingan Religion in Tiwah Ceremony for the Community in Tumbang Manjul Village, Seruyan Hulu District, Seruyan District. Data analysis techniques, the authors use descriptive analysis as follows: data collection, data reduction, presentation data or data display then drawing conclusions or data verification. The results of this study are the meaning of sapundu for the kaharingan religious community is a place to bind animal victims as an intermediary bodyguard for spirits that died to go to lewu tatau or heaven. Sapundu statue has a function that is as education, especially in Hindu education from Tattwa, Susila and the third ceremony. This is the basic framework of Hinduism. The value of Tattwa education can be seen from the attributes of God, Social can be assessed from human behavior during his lifetime described with the sapundu statue. The religious function in the Sapundu Statue for the Hindu Kaharingan community interprets sacred and sacred acts and symbols that are profane with symbolic interactions

Adapun permasalahan yang dibahas yaitu Makna Sapundu Bagi Agama Hindu Kaharingan Dalam Upacara Tiwah Bagi Masyarakat Di Desa Tumbang Manjul Kecamatan Seruyan Hulu Kabupaten Seruyan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Makna Sapundu Bagi Agama Hindiu Kaharingan Dalam Upacara Tiwah Bagi Masyarakat Di Desa Tumbang Manjul Kecamatan Seruyan Hulu Kabupaten Seruyan Objek dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang terlibat dalam penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Induktif Kualitatif. Instrumen penelitian ini meliputi : lembar observasi, wawancara untuk mengetahui Makna Sapundu Bagi Agama Hindu Kaharingan Dalam Upacara Tiwah Bagi Masyarakat Di Desa Tumbang Manjul Kecamatan Seruyan Hulu Kabupaten Seruyan.Teknik analisis  data, penulis menggunakan analisis deskriptif Sebagai Berikut: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data atau display data kemudian penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Hasil penelitian  ini adalah Makna sapundu bagi masyarakat agama kaharingan adalah tempat mengikat hewan korban sebagai perantara pengawal bagi roh yang meningal untuk menuju lewu tatau atau surga. Patung Sapundu mempunyai fungsi yaitu sebagai pendidikan, terutama dalam pendidikan Agama Hindu dari Tattwa, Susila dan Upacara ketiga hal ini merupakan kerangka dasar Agama Hindu.Nilai pendidikan Tattwa dapat dilihat dari sifat-sifat Tuhan, Sosial dapat dinilai dari tingkah laku manusia pada masa hidupnya digambarkan dengan patung sapundu.Fungsi religius dalam Patung Sapundu bagi masyarakat Hindu Kaharingan menginterpretasikan tindakan dan simbol-simbol yang bersifat sakral dan mensakralkan yang bersifat profan dengan interaksi simbolik

Unduhan

Data unduhan belum tersedia.

Referensi

Eddy dan Helmuth, 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surabaya:Jenggala Pustaka Utama.

Ferry Setiawan, A. S. (2019). Kolaborasi yang Dilaksanakan di Kawasan Wisata Dermaga Kereng Bangkirai Kota Palangka Raya. Jurnal Administratio , 71-80.

Kistanto, N. H. (2017). TENTANG KONSEP KEBUDAYAAN. Sabda?: Jurnal Kajian Kebudayaan. https://doi.org/10.14710/sabda.v10i2.13248

Muriyat, Suwarno. 2008. Karungut ,Tradisi Lisan Dayak Ngaju:Analisis Teks Sansana Bandar Huntip Batu Api dengan Pendekatan Semantik-Simbolik Budaya. Tesis tidak diterbitkan. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat

Riwut Tjilik, 2003. Maneser Panatau Tatu Hiang (Menyelami Kekayaan Leluhur), Palangka Raya: Pusakalima,

Sutrisno, H., Hardiman, G., Pandelaki, E. E., & Susi, T. (2019). Living in Harmony: Acculturation of Balinese and Dayak Ngaju Cultures in Basarang Jaya Village, Central Kalimantan. Jurnal Ilmiah Peuradeun. https://doi.org/10.26811/peuradeun.v7i3.279

Parada L.KDR. 2017 Sapundu Dalam Upacara Tiwah : RRI Palangka Raya

Utami, M., & Laksmi, W. (2016). Makna Simbolik pada Rumah Betang Toyoi Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Dimensi Interior. https://doi.org/https://doi.org/10.9744/interior.14.2.90-99

Yulianti, A. I. (2018). Leksikon dalam Upacara Kematian (Tiwah) Suku Dayak Ngaju. SUAR BETANG. https://doi.org/10.26499/surbet.v13i1.68

Y.W. Wartajaya Winangun,1990. Masyarakat Bebas Struktur, Liminitas dan Komunitas Yogyakarta: Kanisius

Diterbitkan

2020-08-17

Cara Mengutip

Norhalisa, Eddy Lion, & Dotrimensi. (2020). MAKNA SEPUNDU BAGI MASYARAKAT AGAMA HINDU KAHARINGAN DALAM UPACARA TIWAH DI DESA TUMBANG MANJUL KECAMATAN SERUYAN HULU KABUPATEN SERUYAN. Jurnal Paris Langkis, 1(1), 15–20. https://doi.org/10.37304/paris.v1i1.1666